Tentang Self-Healing dan Dunia yang Ilusi

Adinda Putri Pertiwi
2 min readJul 9, 2023

--

Self-healing. Mungkin sebelumnya istilah itu lebih dikenal dengan sebutan proses pendewasaan. Istilah lainnya yang mungkin sering disebut tapi tidak begitu lumrah dipakai adalah transisi. Dari hal yang aku lalui, aku paham healing adalah salah satu proses dalam kehidupan. Tidak bisa dihindari. Jika kita tidak merasa telah melewati itu dengan baik, maka harusnya ada yang patut dipertanyakan ke diri sendiri.

Mengapa ia tidak bisa dihindari? Karena ia adalah hakikat. Sesuatu yang hakikat, sudah pasti ada. Jika tidak ada, maka ada yang salah dari cara pikir kita. Itu yang aku dapatkan dari proses ini.

Mengapa hakikat hidup itu adalah melewati proses healing? Karena dunia ternyata penuh dengan ilusi. Apa yang diterima oleh pikiran dan panca indera kerap kali salah arti. Karena pikiran dan panca indra juga merupakan gelas kosong, yang baru akan terisi setelah kita melewati sebuah kejadian, memikirkannya, memaknainya, dan meresapinya.

Selama kita kalut dalam ilusi, maka ketakutan lah yang akan kita rasakan. Diri terasa terjebak dalam sebuah cangkang, yang terasa toxic. Proses untuk keluar dari cangkang itu? luar bisa rumit. Butuh pengorbanan, butuh kejernihan berfikir dalam memikirkan langkah, butuh kejernihan dalam menentukan ekspektasi, dan butuh juga legowo untuk menerima kesalahan. Tidak lupa, proses ini juga butuh support oleh orang2 yang dipercaya.

Aku menjadi paham mengapa sikap-sikap kritis dan karakter2 yang aku sebutkan tadi diperlukan oleh setiap manusia? Karakter2 itu ternyata menjadi tools untuk kita keluar dari cangkang itu.

Mengapa perlu kita keluar dari cangkang itu? Ada juga kan, filsafat berfikir yang mendorong kita untuk menerima apa adanya? Benar juga. Mungkin bisa jadi itu adalah pilihan setiap manusia. Keluar dari cangkang itu berarti ia berhasil untuk menemukan dirinya yang lebih dalam, dan rasanya mendamaikan.

Apakah setiap kita keluar dari cangkang itu kita akan terus damai? Tidak juga. Karena akan ada sisi dari diri yang belum terkuak, dan baru akan terkuak ketika telah tiba waktunya. Makanya, aku bisa lebih yakin tentang konsep belajar sepanjang hayat. Karena otak, emosi, dan jiwa akan terus berupaya untuk memecah ilusi-ilusi yang ditemui tiap waktunya. Tergantung individu yang memilih, tetap bertahan di cangkang ilusi itu, dengan segala cara survivalnya, atau memilih untuk memecah cangkang ilusi itu, dengan segala dinamika yang akan ditemuinya.

Itu pemikiranku tentang proses healing, dunia yang penuh ilusi, yang kemudian berpengaruh pada keyakinanku tentang menjadi individu yang belajar sepanjang hayat.

--

--